logo

17 Januari 2021

Menghitung Hari Pelantikan Biden, Ribuan Migran Berbondong-bondong Ke Perbatasan AS



GELORA.CO - Ribuan pengungsi dari Honduras berbondong-bondong melintasi Guatemala untuk mencapai Amerika Serikat (AS) guna mendapatkan suaka.

Otoritas imigrasi Guatemala pada Sabtu (16/1) menyebut, sekitar 7.000 hingga 8.000 pengungsi telah memasuki negara tersebut dan menuju Meksiko sejak Jumat (15/1).

Gelombang baru pengungsi ke AS kembali muncul menjelang pelantikan Presiden terpilih Joe Biden yang diharapkan memiliki kebijakan lebih hangat kepada para imigran daripada Presiden Donald Trump yang keras.

"Jangan buang waktu dan uang Anda, serta jangan mengambil risiko untuk keselamatan dan kesehatan Anda," ujar pejabat komisaris Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS, Mark Morgan.

"Kelompok karavan migran tidak akan diizinkan untuk pergi ke utara dengan melanggar kedaulatan, menjalankan perintah kesehatan masyarakat, dan UU migrasi dari masing-masing negara di seluruh wilayah," lanjutnya.

Meski begitu, Guatemala, Meksiko, dan Honduras memiliki kesepakatan dengan AS untuk menghentikan arus migrasi. Untuk itu saat ini otoritas Meksiko dan Amerika Tengah tengah berkoordinasi untuk mengambil langkah-langkah pencegahan migrasi massal tanpa izin.

Guatemala, Honduras, dan Meksiko telah mengerahkan ribuan tentara dan polisi anti huru hara yang bertujuan memblokir jalan para migran.

Militer Guatemala sendiri sudah menahan ratusan pengungsi, termasuk banyak keluarga dengan anak kecil. Namun gelombang karavan terus bermunculan dan berkemban pesawat.

Seorang ibu, Maria Jesus Paz yang pergi bersama empat anaknya mengatakan telah kehilangan rumah saat badai melanda Amerika Tengah pada November.

"Kami tidak punya apa-apa untuk diberikan kepada anak-anak kami, dan ribuan dari kami ditinggalkan tertidur di jalanan. Inilah mengapa kami membuat keputusan ini, meskipun kami tahu bahwa perjalanan itu dapat mengorbankan nyawa kami," ujarnya.

Migran lainnya, Norma Pineda yang berusia 51 tahun, mengatakan bahwa dia telah tinggal di jalan sejak badai tersebut.

"Kami pergi karena tidak ada pekerjaan, tidak ada dukungan negara. Kami butuh makanan, pakaian," ucap dia(RMOL)