logo

28 Mei 2020

Deretan Menteri yang Harus Dirombak di Era New Normal, Mahfud MD, Luhut, Yasonna sampai Sri Mulyani: Banyak Bicara, Kerja Nol



GELORA.CO - Jelang fase New Normal, angka penjangkitan corona atau Covid-19 belum menunjukkan grafik penurunan.

Kondisi ini mewacanakan perombakan kabinet agar para menteri siap menghadapi kondisi tidak normal itu.

Hal ini bertujuan agar mereka bisa bekerja dengan baik sehingga new normal tidak berujung petaka bagi Indonesia.

Dalam catatan pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta (UNJ) Saiful Anam, ada sejumlah menteri yang layak dirombak.

Hal itu didasarkan pada pertimbangan kemampuan mereka dalam menghadapi situasi new normal.

Menurutnya, ada menteri yang hanya ‘didesain’ pada saat normal saja tapi tidak bisa bekerja saat dalam kondisi bencana.

“Pada saat bencana ia tidak bisa bekerja, bahkan hanya banyak bicara tanpa disertai dengan kerja nyata,” ujarnya kepada RMOL, Kamis (28/5/2020).

Di urutan pertama, Saiful menyebut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.

Ia menganggap, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu layak diganti lantaran banyak mengumbar kontroversi.

“Mahfud MD banyak pernyataan-pernyataan yang tidak perlu dan menimbulkan kontroversi,” jelasnya.

Selanjutnya adalah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Ini karena Luhut dinilai banyak mengambil kebijakan kontroversial, bahkan bertentangan dengan kebijakan menteri yang lain.

Selain itu, Saiful Anam juga meminta agar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dirombak.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu dinilai belum berfungsi baik dalam mengkoordinasikan lingkup kementerian/lembaga negara yang menjadi wewenangnya.

Tak ketinggalan Menkumham Yasonna Laoly. Baginya, menteri asal PDIP itu kerap mengeluarkan peraturan yang tumpang tindih satu sama lain.

Lalu ada nama Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara yang dianggap tidak dapat menghadirkan keakuratan data terdampak Covid-19.

“Menkes (Terawan Agus Putranto) apalagi. Dia banyak ditentang publik atas pernyataannya yang mengundang kontroversi dalam upaya penanganan Covid,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menyarankan mencopot Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar karena dianggap jarang muncul dan tidak dapat diharapkan.

Mendes, kata dia, seharusnya dapat menyuplai data masyarakat terdampak Covid-19.

“Kemudian Menaker (Ida Fauziyah) dan Menhub (Budi Karya Sumadi). Kebijakannya di masa Covid menimbulkan kontroversi dan berubah-ubah,” beber Saiful.

Lalu ada nama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati karena memiliki mazhab berfikir yang terlalu bergantung pada utang yang tentu saja merugikan bangsa Indonesia.

“Mendikbud (Nadiem Makarim) juga yang terlalu frontal dalam melakukan perubahan menyebabkan gejolak, baik di kalangan guru dan masyarakat,” terangnya.

“Menteri Pariwisata (Wishnutama Kusubandio) juga sama yang malah memperbolehkan wisatawan asing ke Indonesia pada saat awal berhembusnya Covid-19,” tutur Saiful.

Terakhir, Saiful menyebut nama Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi yang dianggap tidak jelas lantaran tidak memberikan sikap yang jelas ketika mal dibuka, namun tempat ibadah tidak.

“Mestinya dia dapat menenangkan umat beragama,” pungkas Saiful.[psid]