GELORA.CO - Kematian pria kulit hitam, George Floyd di tangan oknum polisi di kota Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat (AS) memicu banyak kecaman. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) hingga para kepala polisi mengutuk insiden berbau rasisme ini.
Seperti dilansir AFP, Kamis (28/5/2020) George mulanya ditangkap pada Senin (25/5) oleh polisi kota Minneapolis, AS. George Floyd ditangkap karena diduga melakukan transaksi memakai uang palsu senilai $ 20.
Penangkapan Floyd itu terekam dalam sebuah video yang kemudian viral. Dalam video itu, tangan Floyd diborgol dan kemudian dijatuhkan ke aspal oleh polisi. Seorang polisi menekan leher Floyd dengan lututnya, sembari memasukkan tangannya ke saku.
Floyd merintih kesakitan dan mengaku sulit bernafas. Dia bahkan sempat memanggil mamanya sebelum mati lemas.
"Lututmu di leherku. Aku tidak bisa bernapas.... Mama. Mama," pinta Floyd sesaat sebelum dia tewas.
Floyd hanya diam dan tidak bergerak, dia bahkan tidak bisa bergerak ketika petugas memintanya untuk "bangun dan masuk ke dalam mobil." Floyd kemudian dibawa ke rumah sakit dan di sana ia dinyatakan meninggal dunia.
Kematian Floyd di tangan polisi ini pun memicu kemarahan publik. Warga turun ke jalan dan bentrok dengan polisi. Mereka menjarah toko-toko dan membakarnya. Polisi bereaksi dengan menembakkan gas air mata dan peluru karet. Bahkan, kantor polisi di Minneapolis jadi sasaran amuk massa.
Satu orang juga dilaporkan tewas pada Kamis (28/5) akibat luka tembak. Polisi sedang menyelidiki apakah dia ditembak oleh seorang pemilik toko di daerah yang dilanda kerusuhan itu.
Empat oknum polisi yang bertanggung jawab atas kematian Floyd kemudian dipecat pada hari Selasa (26/5). Namun, mereka masih bebas berkeliaran. Saudara Floyd menuntut agar para tersangka dihukum.
Sementara itu, Walikota Minneapolis Jacob Frey mengatakan dia tidak bisa mengerti mengapa polisi yang menewaskan Floyd yang berusia 46 tahun itu, masih bisa berkeliaran.
"Mengapa orang yang membunuh George Floyd tidak berada di penjara? Jika Anda melakukannya, atau saya yang melakukannya, kita akan berada di balik jeruji besi sekarang," cetus Frey.
Sementara itu, Kepala Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet menuntut agar pemerintah AS mengambil "tindakan serius" untuk menghentikan pembunuhan orang Afrika-Amerika yang tidak bersenjata. Agar tidak ada George Floyd lain di kemudian hari.
"Ini adalah yang terbaru dari serangkaian panjang pembunuhan orang Afrika-Amerika yang tidak bersenjata oleh petugas polisi AS dan anggota masyarakat," kata Michelle Bachelet dalam sebuah pernyataan, Kamis (28/5).
"Saya kecewa harus menambahkan nama George Floyd ke nama Breonna Taylor, Eric Garner, Michael Brown dan banyak orang Afrika-Amerika tak bersenjata lainnya yang telah meninggal selama bertahun-tahun di tangan polisi," ujarnya.
Dia juga menunjuk pada "orang-orang seperti Ahmaud Arbery dan Trayvon Martin yang dibunuh oleh anggota masyarakat yang bersenjata."
"Otoritas AS harus mengambil tindakan serius untuk menghentikan pembunuhan seperti itu, dan untuk memastikan keadilan dilakukan ketika pembunuhan itu benar-benar terjadi," ungkapnya.
Bachelet meminta agar AS mengubah sistemnya. Semata-mata untuk mencegah agar kasus diskriminasi warga kulit hitam ini tidak terus berulang.
"Prosedur harus berubah, sistem pencegahan harus diberlakukan, dan di atas semua itu, petugas polisi yang menggunakan kekuatan berlebihan harus dituntut dan dihukum karena kejahatan yang dilakukan," kata Bachelet.
Seperti dilansir dari The Washington Post, Kamis (28/5/2020), Kepala Kepala Kepolisian Minneapolis, Medaria Arradondo langsung memecat empat oknum polisi yang bertanggung jawab atas kematian Floyd hanya dalam waktu 24 jam, usai video rekaman detik-detik kematian Floyd viral.Hal senada juga disampaikan oleh Para kepala polisi di seluruh Amerika Serikat (AS). Mereka mendorong agar para perwira meredakan ketegangan dengan mengurangi kekerasan.
Langkah Medaria Arradondo ini mendapat dukungan dari Kepala Asosiasi Kepala Kepolisian Internasional (IACP) dan Asosiasi Kepala Kepolisian Kota Besar (MCCA). Mereka juga jijik melihat perilaku oknum polisi yang bertanggung jawab atas kematian Floyd.
"Kematian Tuan Floyd sangat mengganggu dan harus menjadi perhatian semua orang Amerika," kata Kepala MCCA yang juga Kepala Polisi Houston Art Acevedo.
"Tindakan para perwira itu tidak konsisten dengan pelatihan dan protokol profesi kami dan MCCA memuji Kepala Kepolisian Minneapolis Medaria Arradondo atas tindakannya yang cepat dan tegas untuk memecat para petugas yang terlibat," ungkapnya.
Sementara itu, Steven R. Casstevens, kepala IACP dan kepala departemen Buffalo Grove, Illinois, menyatakan simpatinya kepada keluarga Floyd.
"Petugas penegak hukum dilatih untuk memperlakukan semua individu, apakah mereka adalah pengadu, tersangka, atau terdakwa, dengan martabat dan rasa hormat. Ini adalah prinsip dasar di balik konsep keadilan prosedural dan legitimasi polisi," kata Casstevens dalam pernyataannya.
Casstevens menambahkan, "Sebagai pemimpin polisi, kita harus bersedia mempertanyakan dan mengecam tindakan yang salah agar terus membangun kepercayaan dalam masyarakat kita," tegasnya.(dtk)