GELORA.CO - Sebuah video dinarasikan seorang warga di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pingsan usai menjalani vaksinasi COVID-19. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan faktanya.
Dari video yang beredar itu, terlihat seorang warga mengenakan kemeja putih awalnya diberi suntikan vaksin COVID-19 oleh tenaga kesehatan. Setelah itu, orang tersebut berpindah ke meja tenaga kesehatan lainnya untuk diwawancarai.
Tenaga kesehatan tersebut seperti bertanya apakah warga yang berkemeja putih ini mendapatkan efek samping usai disuntik vaksin COVID-19. Setelah itu, ia pingsan sebelum berbaring di ambulance stretcher.
Kemenkes menjelaskan video yang beredar tersebut adalah simulasi vaksinasi COVID-19 di NTT. Lokasinya di halaman kantor Gubernur NTT di Kupang.
"Ini adalah situasi simulasi," kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi saat dimintai konfirmasi, Senin (18/1/2021).
Kemenkes saat ini belum mendapatkan laporan mengenai kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) usai vaksin COVID-19 di NTT.
"Sampai saat ini kami tidak menerima laporan dari NTT terkait adanya efek samping atau KIPI dari NTT," terang Nadia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan adanya efek samping dari vaksinasi COVID-19 Sinovac, yang telah disetujui. Efek samping itu bersifat ringan hingga sedang.
"Secara keseluruhan menunjukkan vaksin COVID Corona-vac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang," ujar Kepala BPOM, Penny K Lukito, dalam jumpa pers, Senin (11/1).
Penny menjelaskan efek samping lokal berupa nyeri dan iritasi. Sedangkan efek samping sistemik berupa nyeri otot hingga demam.
"Frekuensi efek samping dengan derajat berat: sakit kepala, gangguan di kulit, diare dilaporkan 0,1-1 persen. Efek samping itu merupakan efek samping yang tidak berbahaya karena dapat pulih kembali," kata Penny.
BPOM juga telah menyetujui penggunaan vaksin COVID-19 di Indonesia. Penggunaan vaksin disetujui dengan alasan kedaruratan.
Penny mengatakan kebijakan emergency use authorization ini juga selaras dengan panduan WHO. Di mana emergency use authorization bisa ditetapkan dengan lima kriteria, yakni keadaan kedaruratan kesehatan, cukup bukti ilmiah terkait vaksin, adanya mutu yang memenuhi standar, kemanfaatan lebih besar ketimbang risiko, serta belum adanya alternatif pengobatan yang memadai.[dtk]