logo

16 Maret 2021

Batas Gaji Pemilik Jadi Rp 14 Juta, Sasaran Rumah DP Rp 0 Buat Siapa?



GELORA.CO - Batas penghasilan tertinggi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam syarat program Rumah DP Rp 0 naik dari semula Rp 7 juta menjadi 14 juta. Sasaran target program Rumah DP Rp 0 dinilai berubah.

Pakar Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai batas penghasilan awal yang berkisar Rp 7 juta pun tak 'membumi'. Sebab, sasaran target program ini berat untuk mengeluarkan cicilan dari pendapatan mereka.

"Dari target pasaran angka Rp 7-8 juta itu rasanya nggak realistis, dengan masalah membayar cicilan rumahnya. Kalau tipe rumah yang ditawarkan sekarang rumah susun itu, kemungkinan cicilannya bisa angka antara Rp 3-4 juta, jadi kalau misalnya angka mereka punya Rp 8 juta, itu nggak mungkin, karena biasanya dengan angka begitu 30% dari pendapatan mereka harus menyicil rumah," kata Yayat.

Menurut Yayat, target masyarakat berpenghasilan rendah dengan gaji kisaran Rp 7 juta pun dinilai berat. Apa lagi, kata Yayat, ditambah dengan syarat warga ber-KTP DKI Jakarta.

"Kalau 30% cicil rumah, kemudian mereka punya utang-utang yang lain, ya nggak mungkinlah bisa bayar. Dan kedua itu ber-KTP DKI, jadi kalau ber-KTP DKI dengan angka segitu, apa lagi mereka punya tunggakan, kewajiban cicilan-cicilan lainnya, berat gitu bagi masyarakat berpenghasilan segitu," ujarnya.

Yayat menilai naiknya batasan penghasilan Rp 14 juta berdampak bergesernya sasaran target Rumah DP Rp 0. Menurut Yayat, warga yang berpenghasilan Rp 14 juta lebih mapan dan bekerja di sektor informal.

"Nah sekarang kalau dinaikin Rp 14 juta, berarti mau dikemanain yang Rp 7-8 juta ini? Makin nggak punya rumahlah mereka. Artinya ada yang tidak sesuai terkait dengan rencana merumahkan mereka-mereka yang berpenghasilan rendah. Berarti ada sasaran yang tidak sesuai, yang tidak tepat ketika menetapkan target, tahu-tahu sasaran targetnya performance-nya, kemampuannya, terbatas," ucap Yayat.

"Kalau Rp 14 juta berarti kelompok sasarannya berbeda. Rp 14 juta itu mungkin mereka-mereka yang katakanlah sudah lebih mapan, mereka orang-orang yang pekerja formal. Kalau mereka yang kantungnya pas-pas, berat," sambungnya.

Lebih lanjut, Yayat mempertanyakan nasib warga yang berpenghasilan kisaran Rp 7 juta. Hal apa yang ditawarkan untuk kelas ini agar mendapatkan rumah layak huni.

"Jadi pertanyaannya, mungkin rumahnya bisa dibeli, sasaran targetnya meningkat, tapi rumahnya bisa dijual dengan kelompok yang berbeda tapi nasib mereka yang penghasilan Rp 7-8 juta itu so what? Apakah mereka akan dibawa ke rumah sewa? Artinya target kepemilikan rumahnya mungkin akan berbeda, sasaran targetnya mungkin mereka ke rumah sewa, sementara mereka-mereka yang punya kemampuan lebih, bisa mendapatkan rumah," sebut Yayat.

"Bisa dikatakan rumah DP Rp 0 ini adalah program yang mengubah sasarannya, kemudian sasaran awalnya tidak dapat terpenuhi, karena memang kriterianya tidak pas. Yang pendapat kecil ini akan dibantu apa?" imbuhnya.

Sebelumnya, batas penghasilan tertinggi MBR dalam syarat program Rumah DP Rp 0 naik dari semula Rp 7 juta menjadi 14 juta. Wagub DKI Ahmad Riza Patria menyebut aturan baru itu sudah diperhitungkan.

"Ya itu sudah diperhitungkan ya," ujar Riza di Pondok Pesantren Modern YPKP, Jalan Raya Pondok Karya Pembangunan RT 001 RW 008, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, Senin (15/3).

Riza menuturkan dalam program Rumah DP nol rupiah ini membutuhkan penilaian yang cukup agar proses pembangunannya berjalan baik, termasuk pembayaran iuran yang terpenuhi. Meski demikian Pemprov DKI tetap mencari terobosan agar masyarakat kecil mampu mendapat hunian yang layak.

"Kami terus membantu mencari terobosan-terobosan bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan hunian seperti janji Anies-Sandi yang sudah disampaikan juga. Dan kami terus melakukan pembangunan daripada perumahan DP 0 persen, apakah Rusunami maupun Rusunawa," jelasnya.(dtk)