GELORA.CO - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi ada arus lalu lintas keuangan lintas negara terkait rekening Front Pembela Islam (FPI).
Namun Kepala PPATK Dian Ediana Rae tak bersedia menyampaikannya secara eksplisit dari siapa, berapa, kapan, untuk apa?
"Ya, ada. Dari penelusuran PPATK itu memang melihat keluar masuk dana dari negara lain," kata Dian kepada tim Blak-blakan, Rabu (20/1/2021).
Seperti diketahui, sejak 4 Januari PPATK telah memblokir sementara rekening milik FPI dan para pihak terafiliasi di berbagai bank nasional. Hingga 20 Januari, jumlahnya mencapai 92 rekening, dan kemungkinan akan terus bertambah.
Pemblokiran tersebut seiring dengan kebijakan pemerintah yang membubarkan dan menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang. Keputusan itu termaktub dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani enam Kementerian dan Lembaga pada 30 Desember 2020.
Salah satu poin dari SKB itu menyatakan bahwa FPI adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai Ormas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga secara de jure telah bubar sebagai Ormas.
Sejauh ini, kata Dian Ediana Rae melanjutkan, pihaknya belum sampai pada kesimpulan apakah FPI terkait dengan pendanaan terorisme. Juga belum dikaitkan dengan pelanggaran UU tindak pidana lainnya.
"Apakah FPI itu akan dikenakan UU mana, Itu belum. Apakah dia terkait dengan pendanaan terorisme? Belum juga disimpulkan begitu," ujarnya.
Dian Ediana Rae menegaskan, pemblokiran sementara rekening FPI dan afiliasnya merupakan bagian dari langkah intelijen keuangan dan masih dalam koridor hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Kami lembaga intelijen keuangan, bukan penegak hukum. Pembekuan ini sebuah keharusan bila kami ingin menganalisis sebuah transaksi keuangan. Ini adalah proses normal yang harus dilakukan PPATK ketika suatu organisasi dinyatakan tidak boleh melakukan kegiatan," paparnya.
Dalam praktik kesehariannya, tindak pidana pencucian uang yang dikaji oleh PPATK biasanya terkait dengan 26 jenis kejahatan lain. Selain soal korupsi, terorisme, dan narkoba. Dian antara lain menyebut kejahatan perbankan, penipuan, pasar modal, hingga illegal logging dan illegal fishing.
"Jadi framework nya itu. Sejauh ini belum ada kesimpulan apakah FPI terkait dengan pidana terorisme atau lainnya. Itu ranah penegak hukum," kata Dian kembali menegaskan.
Bila dalam tempo 20 hari tak ditemukan unsur pidana, pemblokiran akan dicabut. Sebaliknya pemblokiran akan dibuat lebih lama bila aparat penegak hukum menyimpulkan ada pelanggaran pidana sampai pengadilan memutuskan.
Pada bagian lain, Dian juga memaparkan pentingnya dukungan para hakim dan hakim agung terkait penerapan UU Pencucian Uang dalam memberantas praktek korupsi. Praktek pencucian uang selama ini juga disinyalir melibatkan para professional baik di bidang hukum, akuntansi, perpajakan, dan lainnya agar tak terendus aparat.
Hal lain yang disampaikannya adalah trend kejahatan skimming yang meningkat justru di tengah masa pandemi.(dtk)