GELORA.CO - PDI Perjuangan (PDIP) menyinggung Ketum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Bapak Bansos Indonesia. Partai Demokrat merespons PDIP dengan menyebut 'Madam Bansos'.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs Ahmad Khoirul Umam menilai PDIP agresif kepada Partai Demokrat. Umam menyebut PDIP tak perlu terlalu bawa perasaan atau baper dengan masa lalu.
"Agresif tapi berbasis emosional masa lalu, dan itu tidak produktif untuk pembangunan demokrasi dan civic education. Jangan sampai masyarakat diajari untuk menikmati polarisasi berbasis baper (bawa perasaan) masa lalu," ujar Umam saat dihubungi, Sabtu (29/5/2021).
"Sekarang dunianya para generasi muda untuk bersinergi dan berkolaborasi, bukan malah mempertahankan sejarah kebencian yang tidak mendidik begitu," katanya.
Menurut Umam, PDIP bertindak agresif kepada Partai Demokrat karena berada di puncak kekuasaan. PDIP dinilai menganggap tidak ada partai lain yang saat ini menyamai kekuatannya.
"Karena PDIP merasa di atas angin, seolah tak ada kekuatan partai mitra dan oposisi yang mampu mengoreksi soliditas dan kekuatan partainya. Perlu diingat, literasi politik masyarakat Indonesia semakin tinggi, berikan teladan yang baik kepada rakyat, kalau memang berkomitmen untuk membangun demokrasi," katanya.
Pernyataan politik yang disampaikan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dinilai mencerminkan tindakan politik partai. Namun, bagi Umam, tindakan politik yang ditunjukkan adalah tindakan politik yang negatif.
"Sikap Sekjen PDIP Hasto itu mengindikasikan bahwa model politik PDIP masih dilandaskan pada sentimen emosional," ujarnya.
Selain itu, soal politik bansos yang disampaikan oleh Hasto, Umam menyebut kebijakan bansos wajar dilakukan. Menurut dia, terjadi krisis keuangan global tahun 2008 yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
"Jadi, wajar program bansos digunakan oleh negara saat ini untuk menjaga daya beli rakyat, agar konsumsi rumah tangga sebagai komponen pertumbuhan ekonomi negara tidak hancur," katanya.
"Faktanya, sekarang saat ekonomi Indonesia terdampak pandemi, Presiden Jokowi yang juga kader PDIP juga menggunakan pendekatan bansos untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah pandemi," ucapnya.
Diketahui, PDIP menyinggung SBY sebagai Bapak Bansos Indonesia. Julukan itu disebutkan saat Hasto menjadi saksi penyelenggaraan Pemilu 2009.
Politik bansos itu, kata Hasto, ditiru oleh seluruh kepala daerah. Bahkan, menurutnya, kepala daerah berlomba mengadakan bansos sebagai bagian dari politik elektoral.
"Bagaimana politik bansos ala Thaksin itu dilakukan sehingga satu ada yang menjuluki SBY itu 'Bapak Bansos Indonesia'. Karena memang penelitian Markus Mietzner itu menunjukkan bagaimana dari bulan Juni 2008 sampai Februari 2009 ada dana sebesar USD 2 miliar yang dipakai untuk politik bansos karena meniru strategi Thaksin politic populism," ucapnya.
"Yang kemudian menyandera APBN kita karena kemudian ditiru oleh seluruh kepala daerah di Indonesia bagaimana berlomba mengadakan bansos sebagai bagian dari politik elektoral, tapi mengandung kerawanan dalam kestabilan fiskal di masa yang akan datang," lanjut Hasto.
PD Balas dengan Sindiran 'Madam Bansos'
Elite PD Rachland Nashidik merespons pernyataan Hasto terkait SBY 'Bapak Bansos'. Rachland menepis anggapan bansos sebagai instrumen elektoral.
Dia menyebut SBY menganggap bansos instrumen kesejahteraan sosial. Rachland lalu menyinggung PDIP 'Madam Bansos'.
"Saya senang Hasto sebut SBY 'Bapak Bansos'. Bagi SBY, bansos itu instrumen bagi kesejahteraan sosial karena pasar tak sensitif dengan kemiskinan. Bagi PDIP, bansos justru instrumen elektoral. Tak percaya? Coba Hasto tanya Mensos Juliari atau, bila dicegah KPK, pada Madam Bansos," kata Rachland, melalui cuitan yang diunggah melalui Twitternya, Jumat (28/5) malam.
Menurutnya Rachland, pernyataan karma politik itu seharusnya disampaikan Hasto kepada rekannya 'Madam Bansos' serta kubunya. Bukan malah melempar ke orang lain.
"Sebenarnya bukan urusan kita bila Sekjen PDIP Hasto bermaksud menegur rekan separtainya, yaitu Madam Bansos dan kubunya, bahwa kekuasaan dengan cara salah bisa mengakibatkan karma politik. Korupsi bansos memang sangat hina. Tapi ksatria dong, jangan nampar dengan tangan orang," ujarnya.(dtk)