GELORA.CO - Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) angkat bicara soal pembatalan diskusi mahasiswa tema 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. Pembatalan itu karena dari pembicara hingga moderator mendapat ancaman dari sejumlah orang.
Dekan FH UGM, Prof Sigit Riyanto membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan bahwa kegiatan itu murni digelar oleh mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Constitutional Law Society (CLS).
"Bahwa kegiatan tersebut murni merupakan kegiatan mahasiswa untuk melakukan diskusi ilmiah sesuai dengan minat dan konsentrasi keilmuan mahasiswa di bidang Hukum Tata Negara. Kegiatan ini murni inisiatif mahasiswa," ucapnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).
Sigit menyebut, polemik diskusi itu berawal saat mahasiswa membuat poster kegiatan diskusi yang tersebar dan beredar viral pada tanggal 28 Mei 2020 dengan judul 'Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.
Selanjutnya, mahasiswa pelaksana kegiatan yang tergabung dalam CLS telah memberikan klarifikasi. Seperti pada tanggal 28 Mei 2020, mahasiswa pelakasana kegiatan melakukan perubahan judul di dalam poster, sekaligus mengunggah poster dengan judul yang telah dirubah menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.
Klarifikasi tersebut disertai permohonan maaf dan klarifikasi maksud dan tujuan kegiatan di dalam akun Instagram "Constitutional Law Society" (CLS)(https://bit.ly/3eAJoK6). Pada saat itu, pendaftar acara diskusi ini telah mencapai lebih dari 250 orang.
Meski telah melakukan klarifikasi dan permintaan maaf, pada tanggal 28 Mei 2020 malam, teror dan ancaman mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan: pembicara, moderator, serta narahubung.
Berbagai terror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas 'Constitutional Law Society' (CLS) mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka," katanya.
"Teror dan ancaman ini berlanjut hingga tanggal 29 Mei 2020, dan bukan lagi hanya menyasar nama-nama tersebut, tetapi juga anggota keluarga yang bersangkutan, termasuk kiriman teks berikut kepada orangtua dua orang mahasiswa pelaksana kegiatan," lanjut Sigit.
Dari data yang ia peroleh, ancaman tersebut seperti "Halo pak. Bilangin tuh ke anaknya ******* Kena pasal atas tindakan makar. Kalo ngomong yg beneran dikit lahhh. Bisa didik anaknya ga pak!!! Saya dari ormas Muhammadiyah klaten. Jangan main main pakk. Bilangin ke anaknya. Suruh datang ke polres sleman. Kalo gak apa mau dijemput aja? Atau gimana? Saya akan bunuh keluarga bapak semuanya kalo gabisa bilangin anaknya." Teks ini dikirimkan oleh nomor +6283849304820 pada tanggal 29 Mei 2020 pukul 13.17-13.19 WIB.
Selain itu, ada pula seseorang yang mengirimkan pesan sebagai berikut, "Bisa bilangin anaknya ga ya Bu? Atau didik anaknya Bu biar jadi orang yg bener. Kuliah tinggi tinggi sok Sokan ngurus negara bu. Kuliah mahal mahal Bu ilmu anaknya masih cetek. Bisa didik ga Bu? Saya dari ormas Muhammadiyah Klaten. Jangan macam macam. Saya akan cari *****. ***** kena pasal atas tindakan makar. Tolong serahin diri aja. Saya akan bunuh satu keluarga *****." Teks ini dikirimkan oleh nomor +6282155356472 pada Tanggal 29 Mei 2020 pukul 13.24-
13.27 WIB.
Selain mendapat teror, nomor telepon serta akun media-sosial perorangan dan kelompok CLS diretas pada tanggal 29 Mei 2020. Peretas juga menyalahgunakan akun media-sosial yang diretas untuk menyatakan pembatalan kegiatan diskusi, sekaligus mengeluarkan (kick out) semua peserta diskusi yang telah masuk ke dalam grup diskusi.
Selain itu, akun instagram Constitutional Law Society (CLS) sudah tidak dapat diakses lagi," ucapnya.
Karena mendapatkan berbagai tekanan tersebut, maka diskusi yang sedianya dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 2020 pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB batal terselenggara.
"Demi alasan keamanan, pada siang hari tanggal 29 Mei 2020 siang, mahasiswa penyelenggara kegiatan memutuskan untuk membatalkan kegiatan diskusi tersebut," kata Sigit.(dtk)